Mendaki gunung selalu menawarkan pengalaman luar biasa, pemandangan indah, udara segar, dan rasa bangga ketika berhasil sampai puncak. Tapi di balik semua itu, ada bahaya yang sering tidak disadari para pendaki yaitu hipotermia di gunung.
Bayangkan tubuhmu mulai menggigil tak terkendali, jari-jari sulit digerakkan, bahkan pikiran terasa kabur karena dingin yang menusuk. Itulah tanda-tanda hipotermia, kondisi serius yang bisa menimpa siapa saja, baik pendaki pemula maupun yang sudah berpengalaman.
Kalau kamu tahu penyebabnya, paham gejalanya, dan siap dengan langkah pencegahannya, risiko hipotermia bisa ditekan seminimal mungkin.

Apa Itu Hipotermia?
Menurut data WHO dan Mayo Clinic, hipotermia adalah kondisi ketika suhu inti tubuh manusia turun di bawah 35°C. Normalnya, tubuh kita berada di kisaran 36,5–37,5°C. Penurunan suhu ini membuat sistem tubuh tidak lagi bekerja optimal, jantung melambat, pernapasan terganggu, bahkan kesadaran bisa hilang.
Di gunung, risiko hipotermia jauh lebih besar karena kombinasi udara dingin, angin kencang, hujan, hingga pakaian basah. Situasi ini sering kali diperburuk karena pendaki lelah, kurang makan, atau tidak membawa perlengkapan memadai.
Penyebab Hipotermia di Gunung
Kalau ditanya apa penyebab utama hipotermia, jawabannya sederhana: tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada kemampuannya untuk memproduksi panas. Tapi kalau dilihat lebih dekat, ada banyak faktor yang bisa memicu kondisi ini saat mendaki gunung.
Misalnya, cuaca yang berubah drastis. Siang terasa hangat, tapi begitu malam turun, suhu bisa anjlok hingga di bawah 10°C, bahkan lebih rendah di puncak. Kalau saat itu pakaianmu kebasahan karena keringat atau hujan, panas tubuh akan hilang berkali-kali lipat lebih cepat.
Selain itu, asupan energi juga sangat berpengaruh. Tubuh butuh kalori untuk membakar energi dan menghasilkan panas. Tanpa makanan cukup, kamu akan lebih mudah kedinginan. Ditambah lagi kelelahan fisik setelah berjalan berjam-jam di jalur terjal, daya tahan tubuh bisa menurun, dan risiko hipotermia semakin besar.
Peralatan pun memegang peranan penting. Sleeping bag tipis, jaket yang tidak tahan angin, atau tenda bocor bisa jadi faktor yang memicu hipotermia saat bermalam di gunung.
Gejala Hipotermia di Gunung
Gejala hipotermia sebenarnya muncul secara bertahap. Pada awalnya, kamu mungkin hanya merasa menggigil hebat. Tapi lama-lama, tubuh akan menunjukkan tanda yang semakin jelas.
Pada tahap ringan, biasanya muncul rasa dingin yang tidak tertahankan, bibir mulai membiru, dan jari-jari terasa kaku. Kamu masih bisa berpikir jernih, tapi tubuh terasa berat dan kaku untuk bergerak.
Kalau berlanjut ke tahap sedang, gejalanya jadi lebih serius. Bicaramu bisa mulai cadel, jalan jadi sempoyongan, bahkan sulit menjaga fokus. Banyak pendaki yang pada tahap ini tidak sadar bahwa mereka sedang mengalami hipotermia, dan itu yang berbahaya.
Di tahap berat, tubuh berhenti menggigil. Kedengarannya sepele, tapi ini tanda darurat. Tanpa menggigil, tubuhmu sudah tidak punya energi lagi untuk melawan dingin. Detak jantung dan pernapasan melemah, dan dalam kondisi terparah, penderita bisa kehilangan kesadaran.
Cara Mencegah Hipotermia di Gunung
Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Ada beberapa langkah sederhana yang bisa kamu lakukan untuk meminimalisir risiko hipotermia.
Pertama, gunakan layering system atau pakaian berlapis. Base layer untuk menyerap keringat, mid layer untuk menahan panas, dan outer layer sebagai pelindung dari angin atau hujan. Banyak pendaki meremehkan hal ini, padahal layering yang benar bisa membuat tubuh tetap hangat meski kondisi di luar sangat dingin.
Kedua, pastikan kamu membawa perlengkapan tidur yang memadai. Sleeping bag dengan kapasitas suhu rendah, matras untuk mencegah tubuh kehilangan panas ke tanah, dan tenda yang tahan angin dan hujan adalah investasi yang sangat penting.
Ketiga, jangan remehkan asupan kalori. Saat mendaki, kamu butuh makanan tinggi energi seperti cokelat, kacang, atau mie instan. Minuman hangat juga membantu menjaga suhu tubuh tetap stabil.
Dan yang terakhir, jangan terlalu memaksakan diri. Mendaki dengan ritme yang stabil, cukup istirahat, dan selalu perhatikan kondisi tubuhmu maupun teman sependakian.
Cara Mengatasi Hipotermia di Gunung
Kalau sudah terjadi, apa yang bisa kamu lakukan? Pertolongan pertama menjadi kunci.
Segera cari tempat berlindung dari angin, misalnya masuk ke dalam tenda atau membuat bivak darurat dengan flysheet. Lepaskan pakaian basah, lalu ganti dengan yang kering dan hangat. Kalau ada sleeping bag, masukkan penderita ke dalamnya. Beberapa pendaki juga menggunakan teknik body to body contact, yaitu menempelkan tubuh orang sehat ke penderita untuk menyalurkan panas.
Berikan makanan atau minuman hangat, tapi hindari kopi atau alkohol karena bisa memperburuk kondisi. Kalau gejalanya sudah berat dan penderita tidak membaik, evakuasi adalah langkah wajib. Turunkan ke ketinggian yang lebih rendah dan cari bantuan medis secepatnya.
Kesimpulan
Hipotermia di gunung bukan hal sepele. Banyak kasus di mana pendaki kehilangan nyawa karena tidak menyadari gejalanya sejak awal. Dengan memahami penyebab, mengenali tanda-tanda, serta menyiapkan langkah pencegahan, kamu bisa membuat perjalanan mendaki jauh lebih aman.
Gunung akan selalu ada, tapi keselamatanmu tidak bisa diganti. Jadi, jangan sampai rasa ingin cepat sampai puncak membuatmu lupa menjaga tubuh sendiri.