Gunung Pangrango berdiri tenang di sisi barat saudaranya, Gunung Gede. Keduanya seperti kembar: dekat tapi berbeda karakter. Jika Gede dikenal dengan kawah aktif dan padang edelweiss Surya Kencana, maka Pangrango memikat dengan ketenangan hutan dan Lembah Mandalawangi yang abadi di bawah puncaknya.
Pendaki sering menyebut jalur Pangrango sebagai perjalanan yang lebih “sunyi”. Tak banyak suara, tak banyak keramaian hanya aroma tanah basah, kabut yang turun pelan, dan langkah kaki yang menyusuri jalanan lembap menuju puncak tertinggi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Karakter Jalur Gunung Pangrango
Mayoritas pendaki memulai dari jalur Cibodas, karena rute ini resmi dan paling langsung ke Kandang Badak, titik pertemuan antara Gunung Gede dan Pangrango. Dari sana, percabangan jelas: kiri menuju Gede, kanan menuju Pangrango.
Secara umum, karakter jalur Pangrango adalah menanjak stabil dari awal hingga puncak, tanpa turunan panjang. Vegetasi rapat, suhu lembap, dan hampir selalu diselimuti kabut, terutama menjelang sore. Berbeda dengan jalur Gede yang banyak bonus landai, Pangrango adalah pendakian “konstan” perlahan tapi pasti.
Baca juga: Panduan Lengkap Pendakian Gunung Gede via Cibodas.
Kandang Badak: Camp Utama Dua Gunung
Kandang Badak, di ketinggian sekitar 2.400 mdpl, adalah tempat pendaki beristirahat sebelum lanjut ke puncak. Area ini luas dan cukup datar, bisa menampung banyak tenda, serta memiliki sumber air musiman di sisi barat jalur. Biasanya, pendaki yang ingin ke Puncak Pangrango berangkat dini hari atau pagi buta agar tiba di Lembah Mandalawangi saat matahari baru naik dan kabut belum tebal.
Malam di Kandang Badak terasa damai dingin tapi nyaman. Asap tipis dari kompor portable bercampur aroma kopi, sementara cahaya headlamp menari di antara batang rasamala dan puspa.
Jalur Menuju Puncak Pangrango dan Mandalawangi
Dari Kandang Badak, ambil arah kanan di papan penunjuk bertuliskan “Pangrango”. Jalur menanjak konstan di bawah naungan hutan pegunungan yang lebat. Lumut menggantung di ranting, tanah gelap dan lembap, dan udara makin tipis di atas ketinggian 2.800 mdpl. Waktu tempuh normal dari Kandang Badak ke puncak sekitar 1,5–2 jam.
Di puncak, tidak ada panorama kawah seperti di Gunung Gede. Sebagai gantinya, hanya ada hening, pepohonan, dan batu triangulasi peninggalan Belanda. Namun, keindahan sejati Pangrango justru menunggu beberapa menit dari sini di bawah barisan pohon di arah barat.

Turun sekitar 5–10 menit dari puncak, hamparan putih keperakan mulai terlihat di balik kabut. Itulah Lembah Mandalawangi, padang luas tempat Edelweiss Jawa (Anaphalis javanica) tumbuh subur. Inilah tempat yang diabadikan Soe Hok Gie dalam puisinya yang legendaris, dan sampai kini menjadi simbol keheningan di Gunung Pangrango.
Alternatif Jalur: Via Gunung Putri
Selain dari Cibodas, jalur Gunung Putri juga bisa menjadi alternatif menuju Puncak Pangrango. Pendaki yang berangkat dari Basecamp Putri (Cianjur) akan melewati jalur menuju Alun-Alun Surya Kencana, kemudian menyusuri pelana menuju Kandang Badak. Dari titik ini, rute ke puncak Pangrango sama seperti jalur Cibodas.
Secara umum, jalur Putri lebih curam dan kering di awal, tapi waktu tempuhnya sedikit lebih singkat menuju persimpangan (sekitar 5–6 jam). Jalur ini cocok untuk pendaki yang ingin lintas rute: naik lewat Putri, turun lewat Cibodas, atau sebaliknya.
Keuntungan jalur Putri adalah suasananya yang lebih sepi dan cepat sampai ke Surya Kencana sebelum menuju Pangrango. Tapi perlu diingat, tidak ada akses langsung dari Putri ke Pangrango tanpa melewati Kandang Badak terlebih dahulu.
Perbandingan Jalur Cibodas vs Putri ke Gunung Pangrango
| Parameter | Jalur Cibodas | Jalur Putri |
|---|---|---|
| Waktu Tempuh ke Kandang Badak | 3–5 jam | 5–6 jam via Surya Kencana |
| Karakter Jalur | Lembap, banyak akar, stabil menanjak | Lebih curam di awal, tanah padat |
| Sumber Air | Tersedia di Kandang Batu & Kandang Badak | Minim, hanya di Surya Kencana |
| Kelebihan | Jalur resmi langsung ke Pangrango | Bisa lintas jalur, cocok untuk ekspedisi 2N1D |
| Kekurangan | Cukup ramai saat akhir pekan | Lebih panjang dan menanjak tajam |
Kondisi Air dan Cuaca
Sumber air paling stabil berada di sekitar Kandang Badak. Saat musim kemarau, beberapa aliran bisa mengering, jadi disarankan membawa minimal 2–3 liter air per orang dari titik terakhir di bawah. Musim kemarau (Juni–September) adalah waktu terbaik untuk mendaki, sedangkan di musim hujan jalur bisa menjadi licin dan berkabut tebal.
Cek halaman: Pantauan Cuaca Gunung Gede Pangrango (real-time)
Puncak Pangrango: Sunyi di Atas Kanopi Hutan
Setelah melangkah menaiki akar dan tanjakan hutan pegunungan, tiba-tiba udara terbuka dan langit lepas di depanmu. Inilah puncak Pangrango titik tertinggi di rute ini, dengan ketinggian sekitar 3.019 mdpl. Di tempat ini, hening terasa dalam: hanya desiran angin lembut, kicau burung pegunungan yang jauh, dan napasmu sendiri.
Puncak Pangrango berbeda dengan kebanyakan puncak gunung yang menawarkan panorama lepas. Di sini, pemandangan di balik pepohonan tetap terlihat, tetapi rahasianya bukanlah cakrawala terbuka. Kanopi pohon tinggi masih meneduh sebagian rute, memberi nuansa bahwa kita adalah bagian dari hutan itu sendiri. Sebagai bonus, dari titik ini kamu bisa menyusuri turunan pendek menuju Lembah Mandalawangi di sana edelweiss menunggu seperti lukisan alam hidup.

Tak banyak ruang di puncak ini untuk bersantai lama, apalagi mendirikan tenda. Karena angin bisa datang tiba-tiba dan kabut cepat turun, kebanyakan pendaki hanya berhenti sebentar, beristirahat ringan, mengabadikan momen, lalu segera turun ke Mandalawangi atau kembali ke Kandang Badak.
Camping di Mandalawangi
Berkemah di Lembah Mandalawangi adalah pengalaman yang jarang dilupakan. Area datar di pinggiran lembah bisa menampung beberapa tenda kecil, dan pemandangan pagi hari di tengah kabut benar-benar magis.

Namun, pendaki harus mematuhi aturan konservasi:
- Dilarang memetik atau menginjak edelweiss.
- Hindari api unggun besar.
- Gunakan kompor kecil untuk memasak.
- Bawa kembali semua sampah.
Lembah Mandalawangi bukan tempat pesta, melainkan ruang sunyi untuk mengenang alam dan diri sendiri.
Penutup
Pendakian Gunung Pangrango bukan sekadar perjalanan menuju ketinggian, tapi perjalanan menuju keheningan. Setiap langkah di jalur Cibodas atau Putri membawa pendaki melintasi hutan, akar, dan kabut hingga akhirnya berdiri di antara bunga-bunga abadi Mandalawangi. Di tempat itu, alam berbicara pelan, seolah berbisik seperti kata Soe Hok Gie dalam puisinya: “Dan aku mencintai engkau, Mandalawangi.”
[infogepang_highlight]