Hari pertama haid sering jadi momen paling berat bagi banyak perempuan. Tubuh terasa kram, cepat lelah, bahkan emosi ikut naik turun. Masalahnya, jadwal pendakian sering sudah ditetapkan jauh-jauh hari tiket simaksi, izin, dan perlengkapan pun siap. Lalu muncul dilema: bolehkah naik gunung saat hari pertama haid, atau sebaiknya ditunda saja?
Agar tidak salah langkah, mari kita bahas dari sisi medis, pengalaman lapangan, hingga tips praktis supaya kamu bisa memutuskan dengan tenang tanpa mitos dan tanpa rasa bersalah.

Apa yang Terjadi pada Tubuh di Hari Pertama Haid
Secara medis, hari pertama menstruasi adalah fase paling intens dalam siklus bulanan. Di tahap ini, kadar hormon estrogen dan progesteron menurun drastis, menyebabkan kontraksi rahim meningkat untuk meluruhkan lapisan dindingnya. Akibatnya, muncullah gejala seperti:
- nyeri perut bawah atau punggung,
- rasa lemas dan cepat lelah,
- pusing atau mual,
- serta perubahan suasana hati.
Fluktuasi hormon ini juga bisa membuat suhu tubuh menurun dan metabolisme sedikit melambat. Itulah sebabnya tubuh terasa “berat” dan tidak seenergik biasanya.
Menurut penjelasan Kementerian Kesehatan RI, tidak ada larangan absolut untuk beraktivitas fisik saat menstruasi, termasuk mendaki gunung. Namun, kondisi hari pertama sering menjadi masa adaptasi, sehingga keputusan untuk tetap mendaki sebaiknya melihat kesiapan tubuh masing-masing.
Risiko Mendaki Saat Hari Pertama Haid
Meski tidak berbahaya bagi semua orang, pendakian di hari pertama haid tetap memiliki risiko yang perlu diperhatikan.
| Risiko | Penjelasan | Saran |
|---|---|---|
| Kelelahan cepat | Volume darah mulai keluar, kadar zat besi menurun, dan energi mudah terkuras. | Kurangi beban, atur ritme jalan, dan jangan paksakan kecepatan tim lain. |
| Kram perut atau punggung | Kontraksi rahim aktif menyebabkan nyeri di area bawah tubuh. | Bawa obat pereda nyeri sesuai anjuran dokter dan lakukan peregangan ringan di pos istirahat. |
| Mood swing | Fluktuasi hormon membuat emosi tidak stabil. | Komunikasikan ke rekan tim agar lebih suportif dan hindari stres kecil di jalur. |
| Dehidrasi | Aktivitas tinggi + udara dingin bisa menipu rasa haus. | Set pengingat minum tiap 30–45 menit dan konsumsi elektrolit bila perlu. |
Risiko di atas sebenarnya bisa diminimalkan dengan perencanaan matang dan kesadaran tubuh yang baik. Kuncinya adalah tidak memaksakan diri di fase paling sensitif.
Kapan Sebaiknya Menunda Pendakian
Mendaki gunung membutuhkan kondisi fisik dan mental yang prima. Jadi, menunda bukan berarti menyerah, tapi menghormati tubuh sendiri.
Sebaiknya kamu menunda pendakian jika:
- Nyeri haid terasa ekstrem hingga mengganggu aktivitas normal,
- Tubuh terasa sangat lemah, pusing, atau mual berat,
- Jalur pendakian yang akan ditempuh tergolong berat (curam, minim pos),
- Sanitasi di jalur sulit tidak ada akses air bersih atau area privat,
- Aturan adat setempat melarang pendaki perempuan yang sedang haid,
- Aturan konservasi yang tidak menyarankan wanita haid melakukan pendakian, seperti di Gunung Gede Pangrango.
Gunung tidak akan ke mana-mana. Menunggu satu minggu demi keselamatan jauh lebih bijak daripada memaksakan diri di kondisi tidak fit.
Jika Tetap Memutuskan Mendaki
Bagi sebagian orang, haid tidak selalu jadi penghalang aktivitas. Kalau kamu tetap merasa kuat dan ingin berangkat, lakukan dengan penuh persiapan dan kesadaran.
Beberapa tips penting:
- Gunakan menstrual cup atau pembalut tipis agar mudah diganti.
- Siapkan kantong limbah kedap udara (ziplock dua lapis) untuk menyimpan pembalut bekas.
- Pilih jalur dengan pos berjarak pendek dan sumber air cukup.
- Pastikan tidak sendirian beri tahu minimal satu teman tepercaya.
- Konsumsi makanan tinggi zat besi seperti kacang, daging, atau cokelat hitam.
- Tidur cukup dan hindari begadang di camp agar tubuh cepat pulih.
Checklist singkat:
✅ Perlengkapan ekstra siap
✅ Energi cukup dan ritme santai
✅ Kebersihan pribadi terjaga
✅ Tidak memaksakan ego
Untuk memahami cara menjaga kebersihan dan mengatur energi selama menstruasi di gunung, kamu bisa membaca panduan lengkap mendaki saat haid.
Fakta Medis vs Mitos di Lapangan
Masih banyak anggapan keliru seputar haid dan aktivitas mendaki. Padahal, kebanyakan berasal dari kebiasaan turun-temurun yang tidak punya dasar medis.
| Pandangan | Status | Penjelasan Singkat |
|---|---|---|
| “Naik gunung saat haid bisa bikin celaka” | Mitos | Tidak ada bukti ilmiah. Risiko lebih pada faktor fisik, bukan mistis. |
| “Darah haid bisa menarik satwa liar” | Minim bukti | Satwa tertarik pada aroma kuat, bukan darah haid secara spesifik. Simpan limbah rapat agar aman. |
| “Haid harus dihindari dari area suci gunung” | Etika budaya | Beberapa kawasan seperti Gede Pangrango menjadikannya bentuk penghormatan adat, bukan diskriminasi. |
| “Menstruasi = tidak boleh mendaki” | Salah besar | Selama tubuh fit dan kebersihan dijaga, pendakian tetap aman dilakukan. |
Penjelasan selengkapnya terkait mitos dan fakta mendaki saat haid silahkan simak artikel mitos vs fakta mendaki gunung saat haid.
Mental & Kesadaran Diri: Tidak Harus Selalu Kuat
Banyak pendaki perempuan merasa bersalah ketika harus mundur karena haid. Padahal, keputusan itu justru menunjukkan kedewasaan. Mendaki bukan soal membuktikan diri, melainkan mengenali batas tubuh. Bila kamu sudah mempersiapkan segalanya tapi tubuh berkata “cukup”, maka istirahatlah.
Gunung akan selalu ada. Kamu bisa kembali kapan pun dengan kondisi terbaikmu.
Kesimpulan
Hari pertama haid bukan alasan untuk berhenti mencintai alam, tapi juga bukan momen yang harus kamu paksakan. Jika tubuh terasa siap, lakukan dengan persiapan ekstra dan jaga kebersihan. Jika tidak, menunda pendakian adalah keputusan paling bijak.
Intinya:
Dengarkan tubuhmu, hormati aturan lokal, dan jaga alam seperti kamu menjaga diri sendiri. Gunung akan menunggu, tanpa menilai siapa pun bahkan di hari pertama haidmu.