Sejarah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Di jantung Jawa Barat berdiri dua gunung kembar yang legendaris Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Keduanya bukan sekadar tujuan pendakian, tetapi juga simbol panjangnya perjalanan konservasi alam di Indonesia. Di sinilah lahir salah satu taman nasional tertua dan paling berpengaruh di nusantara: Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Sejarah taman nasional ini mencerminkan perubahan cara manusia memandang alam dari sekadar sumber daya menjadi warisan yang harus dijaga. Berawal dari Cagar Alam Cibodas tahun 1889 di masa kolonial, kawasan ini terus berkembang hingga diakui dunia oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfer Gede Pangrango Halimun Salak.

Melalui perjalanan lebih dari satu abad, Gunung Gede Pangrango tidak hanya menjadi rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna, tapi juga saksi lahirnya semangat pelestarian alam Indonesia.

sejarah taman nasional gunung gede pangrango
Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Cikal Bakal Konservasi: Cagar Alam Cibodas (1889)

Jejak awal konservasi di kawasan ini bermula pada tahun 1889, saat pemerintah Hindia Belanda menetapkan Cagar Alam Cibodas. Penetapan ini diprakarsai oleh ahli botani dari Kebun Raya Cibodas, seperti Melchior Treub dan K. W. Dammerman, yang meneliti keanekaragaman tumbuhan di hutan pegunungan tropis.

Tujuan awal pendirian cagar alam tersebut adalah melindungi vegetasi asli hutan hujan montana seperti rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii), dan Edelweiss (Anaphalis javanica). Kawasan ini juga penting untuk menjaga sumber air alami yang mengalir ke wilayah Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.

Keputusan ini menjadikan Cagar Alam Cibodas sebagai salah satu kawasan konservasi tertua di Asia Tenggara, jauh sebelum istilah “taman nasional” dikenal luas di Indonesia.

Era Kemerdekaan: Integrasi Kawasan Lindung (1950-1970-an)

Setelah Indonesia merdeka, semangat konservasi tetap dilanjutkan. Pemerintah menetapkan tiga kawasan pelindung utama:

  • Cagar Alam Cibodas
  • Cagar Alam Gunung Gede
  • Cagar Alam Gunung Pangrango

Ketiganya kemudian dikelola secara terpadu untuk menjaga keutuhan ekosistem gunung kembar yang saling terhubung.

Pada periode ini, perhatian konservasi mulai meluas dari tumbuhan ke satwa liar endemik Jawa seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), dan Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) simbol konservasi nasional.

Tahun 1977, kawasan ini memperoleh pengakuan internasional dari UNESCO sebagai bagian dari Cagar Biosfer Cibodas Biosphere Reserve, menandai langkah besar Indonesia dalam upaya pelestarian alam tropis.

Tahun 1980: Resmi Menjadi Taman Nasional

Tonggak penting terjadi pada 6 Maret 1980, ketika pemerintah Indonesia menetapkan kawasan Gunung Gede dan Pangrango sebagai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).

Bersamaan dengan itu, empat taman nasional lain juga diresmikan: Ujung Kulon, Baluran, Meru Betiri, dan Komodo menandai dimulainya era baru pengelolaan taman nasional di Indonesia.

Luas awal TNGGP sekitar 15.000 hektare, mencakup ketiga cagar alam sebelumnya. Tujuan pembentukannya jelas:

  • Melindungi ekosistem pegunungan tropis
  • Menjadi pusat penelitian biologi dan pendidikan lingkungan
  • Mengembangkan wisata alam berkelanjutan (ekowisata)

Karena konsepnya yang terintegrasi dan berbasis ilmiah, TNGGP diakui sebagai taman nasional model untuk kawasan konservasi lain di Indonesia.

Laboratorium Alam Indonesia

Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki posisi penting dalam dunia penelitian. Sejak era Belanda hingga sekarang, kawasan ini dikenal sebagai laboratorium alam tropis.

Berbagai lembaga seperti LIPI (kini BRIN), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan universitas asing (Kyoto, Wageningen, dan lainnya) telah melakukan riset jangka panjang di sini.

Penelitian mencakup:

  • dinamika hutan hujan tropis,
  • perubahan iklim,
  • perilaku satwa liar,
  • serta pemulihan vegetasi setelah erupsi gunung berapi.

Salah satu lokasi riset tertua adalah Stasiun Penelitian Cibodas, yang menjadi tempat studi konservasi flora dan fauna sejak awal 1900-an.

Banyak peneliti menyebut kawasan ini sebagai “living laboratory” tempat di mana manusia bisa belajar langsung dari keseimbangan alam.

Pengakuan Dunia: Cagar Biosfer Gede Pangrango–Halimun Salak (2021)

Empat dekade setelah diresmikan, TNGGP kembali mendapat pengakuan dunia. Tahun 2021, UNESCO memperluas kawasan Cagar Biosfer Cibodas menjadi Cagar Biosfer Gede Pangrango Halimun Salak.

Penyatuan dua taman nasional ini bertujuan memperkuat koridor ekologis dan melindungi keanekaragaman hayati pegunungan barat Jawa.

Status cagar biosfer UNESCO menandakan bahwa kawasan ini tidak hanya penting dari sisi ekologi, tapi juga sosial dan ekonomi sebagai contoh harmoni antara konservasi alam dan kehidupan masyarakat sekitar.

Kini, TNGGP menjadi warisan konservasi dunia, dan model pengelolaan taman nasional berkelanjutan di Indonesia.

Konservasi di Era Modern

Di tengah meningkatnya popularitas wisata alam dan pendakian, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menghadapi tantangan baru: tekanan jumlah pengunjung, perubahan iklim, dan sampah pendakian.

Namun pengelola TNGGP telah beradaptasi dengan inovasi digital dan pendekatan komunitas:

  • e-SIMAKSI, sistem izin pendakian online untuk membatasi kuota pendaki
  • Program “Jaga Edelweiss” dan penanaman kembali pohon endemik seperti rasamala dan puspa
  • Edukasi konservasi untuk pelajar dan komunitas lokal agar turut menjaga kawasan

Pendekatan ini menjadikan TNGGP sebagai contoh pengelolaan taman nasional yang adaptif dan partisipatif.

Nilai Strategis bagi Keanekaragaman Hayati Indonesia

Selain nilai sejarahnya, TNGGP memiliki peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati Indonesia:

Keberadaan taman nasional ini juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar melalui ekowisata dan program konservasi berbasis komunitas.

Penutup: Dari Cagar Alam ke Warisan Dunia

Sejarah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah kisah tentang dedikasi panjang dalam menjaga keseimbangan alam dan kehidupan. Dari cagar alam kecil di lereng Cibodas hingga kawasan konservasi kelas dunia, taman nasional ini membuktikan bahwa pelestarian bukan sekadar kebijakan melainkan komitmen lintas generasi.

Kini, TNGGP bukan hanya benteng terakhir bagi keanekaragaman hayati Jawa Barat, tetapi juga laboratorium hidup tempat manusia belajar menghargai alam. Setiap langkah di jalur pendakian dan setiap hembusan angin di savana Surya Kencana menjadi pengingat: bahwa menjaga alam berarti menjaga masa depan kita sendiri.

Gunung Gede Pangrango bukan hanya taman nasional, ia adalah warisan abadi yang tumbuh bersama sejarah konservasi Indonesia.


FAQ Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

1. Kapan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dibentuk?

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango atau TNGGP resmi dibentuk pada 6 Maret 1980 oleh Pemerintah Indonesia. Penetapan ini menjadikan Gede Pangrango sebagai salah satu taman nasional pertama di Indonesia, bersama Ujung Kulon, Baluran, Meru Betiri, dan Komodo.

2. Apa yang menjadi cikal bakal Taman Nasional Gunung Gede Pangrango?

Cikal bakal kawasan ini adalah Cagar Alam Cibodas, yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1889. Cagar alam tersebut awalnya didirikan untuk melindungi hutan pegunungan tropis dan menjadi lokasi penelitian botani oleh Kebun Raya Cibodas.

3. Mengapa kawasan Gunung Gede Pangrango penting bagi konservasi alam?

Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati tinggi, mencakup ratusan spesies flora dan fauna endemik Jawa Barat seperti Owa Jawa, Elang Jawa, Surili, dan Edelweiss. Selain itu, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berperan penting sebagai penyedia sumber air utama bagi wilayah Bogor, Sukabumi, dan Cianjur.

4. Apa hubungan TNGGP dengan UNESCO?

Sejak 1977, kawasan ini diakui sebagai bagian dari Cagar Biosfer Cibodas oleh UNESCO. Kemudian pada 2021, status tersebut diperluas menjadi Cagar Biosfer Gede Pangrango–Halimun Salak, menjadikannya salah satu warisan konservasi dunia yang diakui secara internasional.

5. Apa peran penelitian dan edukasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango?

TNGGP dikenal sebagai laboratorium alam tropis. Banyak lembaga seperti BRIN (dulu LIPI) dan IPB melakukan penelitian jangka panjang tentang ekologi, iklim, dan konservasi satwa liar di kawasan ini. Selain itu, Pusat Pendidikan Konservasi Cibodas (PPKC) menjadi sarana edukasi bagi pelajar dan masyarakat untuk belajar tentang pelestarian alam.

6. Bagaimana upaya konservasi modern yang dilakukan di TNGGP?

Pengelola taman nasional menjalankan program e-SIMAKSI untuk pembatasan pendaki, penanaman kembali flora endemik, serta kampanye “Jaga Edelweiss”. Upaya ini bertujuan menjaga keseimbangan antara ekowisata dan pelestarian lingkungan di kawasan Gunung Gede Pangrango.

7. Apakah TNGGP masih berfungsi sebagai kawasan wisata alam?

Ya. Selain fungsi konservasi, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango juga dibuka untuk pendakian dan wisata edukatif. Namun, semua aktivitas diatur dengan ketat oleh pihak TNGGP agar tidak mengganggu ekosistem. Jalur Cibodas dan Gunung Putri menjadi dua akses pendakian resmi menuju kawasan puncak dan Alun-Alun Surya Kencana.

Sumber Referensi:

  1. Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
    Profil dan Sejarah Kawasan Konservasi Gunung Gede Pangrango.
    https://gedepangrango.org
  2. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) – KLHK RI.
    Penghuni Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
    https://ksdae.or.id/berita/9904/Penghuni-Taman-Nasional-Gunung-Gede-Pangrango.html
  3. Wikipedia.
    Mount Gede Pangrango National Park.
    https://en.wikipedia.org/wiki/Mount_Gede_Pangrango_National_Park
  4. ResearchGate.
    Analisa Strategi Pengelolaan Taman Nasional Gede Pangrango untuk Pengembangan Pariwisata Alam di Kawasan Hutan.
    https://www.researchgate.net/publication/323753542_Analisa_Strategi_Pengelolaan_Taman_Nasional_Gede_Pangrango_TNGP_Untuk_Pengembangan_Pariwisata_Alam_Di_Kawasan_Hutan
  5. BRIN Biology Journal (Reinwardtia).
    Floristic Composition and Structure of Subalpine Summit Habitats on Mt. Gede–Pangrango Complex, Cibodas Biosphere Reserve, West Java, Indonesia.
    https://biologyjournal.brin.go.id/index.php/reinwardtia/article/view/321
  6. KabarAlam.com.
    Sudah Ditetapkan Sejak 1889, Begini Sejarah dan Perkembangan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
    https://www.kabaralam.com/konservasi/5939637593/sudah-ditetapkan-sejak-1889-begini-sejarah-dan-perkembangan-taman-nasional-gunung-gede-pangrango