Sejarah Gunung Gede Pangrango: Legenda, Flora Fauna, dan Konservasi

Gunung Gede Pangrango adalah salah satu ikon pegunungan di Jawa Barat yang menyimpan catatan sejarah panjang, keanekaragaman flora-fauna, hingga kisah legenda yang masih diyakini masyarakat. Berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), gunung ini bukan hanya menjadi tujuan wisata alam, tetapi juga pusat penelitian dan konservasi penting dengan pengakuan Cagar Biosfer UNESCO[6].

Asal Usul dan Catatan Sejarah

Sejarah Gunung Gede Pangrango tidak bisa dilepaskan dari catatan aktivitas vulkaniknya. Letusan pertama kali tercatat pada tahun 1747 dengan skala VEI 3[1]. Setelah itu, beberapa kali erupsi kecil terjadi, dengan catatan terakhir pada tahun 1957[4]. Walaupun sudah lebih dari enam dekade tidak menunjukkan aktivitas, Gunung Gede tetap dikategorikan sebagai gunung api aktif yang perlu dipantau.

Gunung Gede memiliki ketinggian sekitar 2.958 mdpl, sementara Gunung Pangrango di sebelah barat laut lebih tinggi dengan 3.019 mdpl. Keduanya dikenal sebagai gunung kembar yang membentuk bentang alam khas Jawa Barat. Kombinasi ini menjadikan kawasan Gede Pangrango sangat penting, baik dari sisi sejarah geologi maupun ekosistem pegunungan tropis. Bagi masyarakat Sunda, keberadaan gunung kembar ini sejak lama dianggap sakral dan menjadi bagian dari kosmologi tradisional.

Lebih detail mengenai kronologi letusan serta dampaknya bisa dibaca pada artikel khusus Sejarah Letusan Gunung Gede. Dalam konteks sejarah umum, penyebutan letusan hanya menjadi bagian kecil dari perjalanan panjang kawasan ini yang kemudian ditetapkan sebagai taman nasional.

sejarah gunung gede pangrangoJ.C. Koningsberger in de krater van de Gedé. 1915 (Wikimedia.org)

Selain catatan letusan, Gunung Gede Pangrango juga tercatat dalam berbagai arsip kolonial Belanda. Pada abad ke-19, kawasan ini mulai banyak dikunjungi peneliti botani dan geologi dari Eropa yang tertarik dengan kekayaan alamnya. Nama-nama seperti C.G.C. Reinwardt dan Franz Wilhelm Junghuhn disebut-sebut pernah melakukan penelitian di lereng Gede Pangrango. Fakta ini menunjukkan bahwa sejarah gunung ini tidak hanya soal erupsi, tetapi juga kontribusinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Flora Khas Gunung Gede Pangrango

Kawasan TNGGP merupakan surga bagi berbagai jenis tumbuhan pegunungan tropis. Menurut data konservasi, lebih dari 200 spesies anggrek tumbuh di kawasan ini[2]. Anggrek-anggrek tersebut tersebar mulai dari ketinggian rendah hingga mendekati puncak, menjadikannya salah satu area terkaya di Indonesia dalam hal keragaman anggrek hutan.

Salah satu flora paling ikonik adalah edelweiss Jawa (Anaphalis javanica), bunga abadi yang tumbuh subur di padang Alun-alun Surya Kencana. Kehadiran edelweiss menjadikan padang rumput ini destinasi favorit para pendaki dan peneliti botani. Edelweiss juga memiliki nilai budaya karena sering dikaitkan dengan keabadian dan kesucian dalam tradisi masyarakat pegunungan.

edelweiss flora gunung gede pangrango suryakencana
Edelweiss salah satu flora paling ikonik di Suryakencana

Selain anggrek dan edelweiss, hutan Gunung Gede Pangrango didominasi pohon-pohon besar seperti puspa, rasamala, dan jamuju. Vegetasi hutan hujan tropis yang lebat ini berperan penting dalam menyerap karbon, menjaga kesuburan tanah, serta menopang kehidupan satwa liar. Bagi peneliti ekologi, kawasan ini adalah laboratorium alam untuk memahami dinamika hutan hujan tropis di ketinggian menengah.

Keunikan flora di Gunung Gede juga dipengaruhi oleh variasi ketinggian. Di zona bawah tumbuh hutan hujan tropis dataran rendah dengan pohon besar berakar papan, sementara di ketinggian menengah mulai didominasi hutan montana. Mendekati puncak, vegetasi berubah menjadi hutan sub-alpin dengan dominasi edelweiss dan semak. Transisi vegetasi yang jelas inilah yang menjadikan Gede Pangrango sebagai lokasi penelitian favorit dalam studi biogeografi tropis.

Fauna Langka di Gunung Gede Pangrango

Bukan hanya flora, fauna Gunung Gede Pangrango juga sangat kaya dan menjadi alasan utama kawasan ini ditetapkan sebagai taman nasional. Beberapa satwa langka yang hidup di sini antara lain owa Jawa (Hylobates moloch), primata endemik Jawa yang kini berstatus terancam punah[2]. Selain itu ada surili (Presbytis comata), yang populasinya semakin menurun akibat perusakan habitat.

owa jawa fauna gunung gede pangrangoinstagram.com/markleonspence

Di tingkat predator, terdapat macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang menjadi karnivora puncak ekosistem hutan Jawa. Satwa ini sangat jarang terlihat langsung, tetapi jejaknya masih bisa ditemukan oleh peneliti di beberapa lokasi dalam kawasan TNGGP. Burung langka juga menghuni kawasan ini, salah satunya elang Jawa (Nisaetus bartelsi), yang ditetapkan sebagai lambang negara Indonesia. Kehadiran elang Jawa menunjukkan bahwa ekosistem Gunung Gede Pangrango masih cukup sehat untuk mendukung predator langka.

Satwa lain yang juga bisa ditemukan di antaranya adalah trenggiling, kukang, serta berbagai spesies burung endemik pegunungan Jawa. Setiap keberadaan satwa tersebut menegaskan pentingnya kawasan Gede Pangrango sebagai pusat konservasi dan penelitian zoologi.

Selain satwa besar, kawasan ini juga menyimpan kekayaan herpetofauna seperti katak endemik dan ular khas hutan pegunungan Jawa. Banyak spesies burung kecil seperti ciung-mungkal Jawa dan cucak gunung juga mudah ditemui di jalur pendakian. Para pengamat burung kerap menjadikan Gede Pangrango sebagai lokasi utama untuk birdwatching. Hal ini semakin menegaskan bahwa keanekaragaman fauna di kawasan ini bukan hanya penting bagi ekologi, tetapi juga memiliki potensi wisata edukasi berbasis konservasi.

Legenda dan Mitos

Sejarah Gunung Gede Pangrango tidak hanya ditulis dalam catatan geologi, tetapi juga hidup dalam legenda masyarakat Sunda. Salah satu kisah paling terkenal adalah legenda Eyang Suryakencana, tokoh gaib yang dipercaya menjaga kawasan Alun-alun Surya Kencana. Menurut kepercayaan, beliau memimpin pasukan gaib yang menjaga padang edelweiss dari kerusakan dan keserakahan manusia[5].

Selain itu, ada mitos mengenai suara gamelan misterius yang konon terdengar di malam hari di area hutan tertentu. Bagi sebagian masyarakat, fenomena ini diyakini sebagai tanda adanya aktivitas dunia gaib yang tak kasat mata. Meskipun cerita-cerita ini bersifat mistis, ia tetap menjadi bagian dari identitas budaya lokal dan memperkaya narasi sejarah Gunung Gede Pangrango.

Bagi masyarakat sekitar, legenda Eyang Suryakencana tidak hanya menjadi cerita turun-temurun, tetapi juga bagian dari etika dalam mendaki. Ada kepercayaan bahwa pendaki yang bersikap sombong atau merusak alam akan “diingatkan” oleh penjaga gaib gunung. Meski sulit dibuktikan secara ilmiah, kisah-kisah seperti ini berfungsi sebagai kontrol sosial agar pendaki lebih menghormati alam. Dengan demikian, mitos bukan sekadar cerita, melainkan juga sarana pelestarian budaya dan lingkungan.

Konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Gunung Gede dan Pangrango resmi ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tahun 1980[2]. Bahkan sebelumnya, pada 1977, kawasan ini sudah diakui UNESCO sebagai Cagar Biosfer Dunia[6]. Luas kawasan ini mencakup wilayah Bogor, Cianjur, dan Sukabumi, dengan ekosistem yang terdiri dari hutan hujan tropis, padang rumput, dan kawah aktif.

Secara ekologis, fungsi konservasi Gunung Gede Pangrango sangat penting. Kawasan ini merupakan daerah tangkapan air utama yang menyuplai berbagai sungai besar di Jawa Barat. Selain itu, hutan di TNGGP membantu mengurangi risiko banjir, menjaga kualitas udara, dan mendukung pertanian di wilayah sekitarnya. Tak heran, banyak lembaga lingkungan menjadikan kawasan ini prioritas dalam upaya perlindungan ekosistem.

Bagi peneliti, kawasan ini adalah laboratorium hidup. Studi-studi tentang perubahan iklim, keanekaragaman hayati, hingga konservasi satwa liar banyak dilakukan di sini. Sementara bagi masyarakat luas, keberadaan TNGGP menjadi sumber air bersih dan udara segar yang menunjang kehidupan jutaan orang.

kawasan konservasi taman nasional gunung gede pangrango
Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Dalam perkembangannya, TNGGP sering dijadikan lokasi program reboisasi dan penelitian keanekaragaman hayati. Berbagai universitas di Indonesia, termasuk IPB dan UI, secara rutin mengirim mahasiswa untuk praktik lapangan di sini. Keterlibatan akademisi dan komunitas pencinta alam membantu memperkuat peran taman nasional ini sebagai pusat edukasi lingkungan. Tidak hanya melindungi flora dan fauna, konservasi di Gede Pangrango juga menyentuh aspek sosial dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam program ekowisata dan pengelolaan hutan berbasis komunitas.

Kesimpulan

Sejarah Gunung Gede Pangrango tidak hanya mencatat letusan vulkanik, tetapi juga keindahan flora-fauna, kisah legenda yang masih hidup, dan statusnya sebagai kawasan konservasi penting. Dengan penetapan sebagai Taman Nasional dan pengakuan UNESCO, Gede Pangrango memiliki nilai ilmiah, ekologis, dan budaya yang tak ternilai.

Di sisi lain, Gunung Gede Pangrango memiliki fakta unik yang menarik untuk ditelusuri seperti sebutan “Gunung Kembar” dan objek wisata yang ikonik. Kombinasi sejarah, konservasi, dan mitos menjadikan Gede Pangrango sebagai salah satu gunung paling berharga di Indonesia.


FAQ Sejarah Gunung Gede Pangrango

1. Kapan letusan pertama Gunung Gede tercatat dalam sejarah?

Letusan pertama Gunung Gede tercatat pada tahun 1747 dengan skala VEI 3. Letusan terakhir terjadi pada 1957.

2. Mengapa Gunung Gede dan Pangrango disebut gunung kembar?

Karena keduanya berdampingan, Gede setinggi 2.958 mdpl dan Pangrango 3.019 mdpl, membentuk satu lanskap pegunungan besar.

3. Apa flora khas yang hanya bisa ditemukan di Gunung Gede Pangrango?

Flora khasnya antara lain bunga edelweiss Jawa di Surya Kencana dan lebih dari 200 spesies anggrek hutan.

4. Satwa langka apa saja yang hidup di TNGGP?

Di antaranya owa Jawa, surili, macan tutul Jawa, trenggiling, dan elang Jawa sebagai simbol negara.

5. Apa legenda terkenal dari Gunung Gede Pangrango?

Legenda Prabu Suryakencana yang dipercaya menjaga padang edelweiss di Alun-alun Surya Kencana.

6. Kapan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango didirikan?

Resmi berdiri tahun 1980, dan sejak 1977 sudah diakui UNESCO sebagai Cagar Biosfer Dunia.

7. Apa fungsi penting konservasi Gunung Gede Pangrango?

Sebagai daerah tangkapan air, menjaga siklus hidrologi, serta sumber air bersih bagi jutaan penduduk di Jawa Barat.

Referensi

  1. Wikipedia – Gunung Gede.
    https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Gede
    ↩︎
  2. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Resmi).
    https://www.gedepangrango.org
    ↩︎
  3. PVMBG – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
    https://vsi.esdm.go.id
  4. Radar Sukabumi – Mengulas Sejarah Erupsi Gunung Gede.
    Link
    ↩︎
  5. Liputan6 – Mitos Gunung Gede Pangrango.
    Link
    ↩︎
  6. UNESCO – Cagar Biosfer Gede Pangrango.
    Link
    ↩︎